Tutorial Photoshop

Jumat, 31 Maret 2017

Sifat Hakikat Manusia



A.      Pengertian  Manusia
     Manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi. Manusia adalah mahluk yang luar biasa kompleks.
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok, dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.
Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.

B.       Pengertian Sifat Hakikat Manusia
 Manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki kemampuan rasional, karena makhluk yang memiliki akal. Keberadaam akal sebagai potensi terpenting yang dimiliki manusia telah banyak di fikirkan oleh para ahli dalam berbagai displin ilmu. Aristoteles menyatakan bahwa esensi manusia terletak pada akalnya yang menjadikan sebagai makhluk yang berfikir. Sifat hakikat manusia dapat diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya. Bahkan beberapa filosof seperti Socrates menamakan manusia itu Zoon Politicon (hewan yang bermasyarakat), Max Scheller menggambarkan manusia sebagai Das Kranke Tier (hewan yang sakit) (Drijarkara, 1962: 138) yang selalu gelisah dan bermasalah. Kenyataan dan pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang keliru, mengira bahwa hewan dan manusia itu hanya berbeda secara gradual, yaitu suatu perbedaan yang melalui rekayasa dapat dibuat menjadi sama keadaannya, misalnya air karena perubahan temperature lalu menjadi es batu. Seolah-olah dengan kemahiran rekayasa pendidikan orang utan dapat dijadikan manusia. Padahal kita tahu bahwa manusia mempunyai akal dan pikiran yang dapat dijadikan sebagai perbedaan manusia dengan hewan.

C.      Wujud Sifat Hakikat Manusia
Wujud sifat hakikat manusia yang dikemukakan oleh faham eksistensialisme yakni:
1.  Kemampuan Menyadari Diri
     Kaum rasionalisme menyatakan bahwa kunci pembeda antara manusia dengan hewan adalah manusia yang mempunyai kemampuan menyadari diri, sehingga memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Kemampuan inilah yang menyebabkan manusia dapat membedakan diri dengan makhluk lainya yang berada di lingkungan sekitarnya. Selain itu, manusia juga memiliki kemampuan membuat jarak pada lingkungannya, Kemampuan ini dibagi menjadi 2 arah yaitu eksternal dan internal.
a)         Arah eksternal
Terjadi apabila seseorang menjadikan lingkungan sebagai objek, dan dirinya memanipulasi kedalam lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Contohnya pada gejala egoisme.
b)        Arah Internal
Terjadi apabila seseorang menjadikan lingkunagan sebagai subjek yang berhadapan dengan objek. Dan dirinya berperan sebagai objek. Contohnya seperti pengabdian, pengorbanan, dan tenggang rasa.
 Didalam proses pendidikan, kecenderungan dua arah tersebut perlu dikembangkan secara seimbang. Pengembangan kearah luar merupakan pembinaan aspek sosialitas, sedangkan pembinaan arah ke dalam berarti pembinaan aspek individualitas manusia.
2.    Kemampuan Bereksistensi
 Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar belajar dari pengalamannya, belajar mengatisipasi sesuatu keadaan atau peristiwa, belajar melihat prospek masa depan serta mengembangkan daya imajinasi kreatif. Pendidikan mengarahkan peserta didik untuk membuat cita-cita yang positif dimasa mendatang.
3.    Kata Hati
 Kata hati sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati, ataupun suara hati yang memiliki pengertian ialah kemampuan pada diri manusia yang memberi penerangan tentang baik buruknya perbuatan sebagai manusia.
 Dalam mengambil keputusan terkadang orang mengalami kesulitan, terutama disaat orang tersebut harus mengambil keptutusan antara yang baik atau kurang baik, atau antara yang buruk atau lebih buruk. Seseorang akan dihadapkan berbagai pilihan, agar dapat memilih alternatif yang terbaik. Sehingga harus memiliki kemampuan menganalisis permasalahan.
4.    Moral
 Moral merupakan suatu perbuatan yang disertai dengan kata hati. Dengan kata lain, moral adalah perbuatan itu sendiri. Kadangkala antara moral dan hati masih terdapat jarak. Artinya, seseorang yang telah memiliki kata hati yang tajam belum tentu perbuatannya itu merupakan realisasi dari kata hatinya sendiri.
 Moral atau perbuatan berkaitan dengan kata hati, maka dari itu perbuatan harus sinkron dengan kata hati. Apabila seseorang dapat mensinkronkan antara perbuatan dan kata hatinya, maka dapat dikatakan orang yang bermoral baik atau moral yang tinggi. Namun sebaliknya, apabila tidak dapat mensinkronkan antara perbuatan dan kata hatinya. Maka dapat dikatakan orng yang memiliki moral yang buruk atau lazim dikatakan tidak bermoral.
5.    Tanggung Jawab
 Tanggung jawab merupakan sifat dari manusia dimana memiliki kesediaaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab. Wujud bertanggung jawab bermacam-macam yaitu tanggung jawab terhadap Tuhan, diri sendiri, dan masyarakat. Bertanggung jawab kepada Tuhan berarti menanggung tuntutan norma-norma agama, misalnya perasaan berdosa dan terkutuk. Tanggung jawab kepada diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati misalnya dalam bentuk penyesalan yang mendalam. Sedangkan bertanggung jawab kepada masyarakat berarti menanggung tuntutan norma-norma social. Bentuk tuntutannya berupa sanksi-sanksi social seperti semoohan masyarakat.
6.    Rasa Kebebasan
     Merdeka merupakan rasa bebas dimana kita tidak terikat oleh sesuatu, tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Dengan demikian, terdapat dua hal yang bertentangan pada pernyataan tersebut yaitu ‘rasa bebas’ dan ‘sesuai dengan tuntutan kodrat manusia’ yang berarti ada ikatan. Kemerdekaan dalam arti yang sebenanrya memang berlangsung dalam keterikatan. Artinya, bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa merdeka tidak sama dengan berbuat bebas tanpa ikatan. Perbuatan bebas tanpa memperhatikan petunjuk kata hati, sebenarnya hanya merupakan kebebasan semu. Sebab, hanya kelihatannya bebas, tetapi sebenarnya justru tidak bebas, karena perbuatan seperti itu segera disusul dengan sanksi-sanksinya. Di sini terlihat bahwa kemerdekaan berkaitan erat dengan kata hati dan moral. Seseorang mengalami rasa merdeka apabila segenap perbuatannya (moralnya) sesuai dengan apa yang dikatakan oleh kata hatinya
7.    Kewajiban dan Hak
      Kewajiban dan hak adalah dua hal keterkaitan yang muncul dari manusia sebagai makhluk social. Adanya yang satu karena adanya yang lain. Tidak ada hak tanpa kewajiban, jika seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesuatu maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut. Sebaliknya, kewajiban ada karena adanya pihak lain yang harus dipenuhi haknya. Kemampuan mengahayati kewajiban sebagai keharusan atau hal yang wajib tidak lah lahir dengan sendirinya. Tetapi melalui sebuah proses dapat menghayati kewajiban.

D.      Dimensi Sifat Hakikat Manusia
Terdapat empat macam dimensi sifat hakikat manusia, yaitu sebagai berikut.
1.    Dimensi keindividualism
 Lysen mengartikan individu sebagai orang seorang, yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi. Individu dapat diartikan sebagai pribadi. Selanjutnya Langeveld menyatakan bahwa setiap orang memiliki individualitas. Oleh karena itu, individu bersifat unik sehingga tidak ada cara dan bandingannya. Karena ada individualitas ini, setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, dan daya tahan yang berbeda.
Kecenderungan akan perbedaan ini sudah mulai tumbuh sejak seorang anak menolak
ajakan ibunya pada masa kanak-kanak. Langeveld selanjutnya menyatakan bahwa setiap anak memiliki kecenderungan untuk mandiri yang sangat kuat, meskipun di sisi lain pada anak terdapat rasa tidak berdaya, sehingga memerlukan pihak lain (pendidik) yang dapat dijadikan tempat untuk memberi perlindungan dan bimbingan.
Pola pendidikan yang bersifat demokratis dan komunikasi yang dialogis dipandang cocok untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya potensi individualitas seorang anak. Sedang pola pendidikan yang menghambat perkembangan, seperti pola pendidikan yang bersifat otoriter yang disebut juga pendidikan yang patologis.
2.      Dimensi Kesosialan
 Langeveld menyatakan bahwa setiap bayi yang dilahirkan dikaruniai potensi sosialitas. Maksudnya, setiap anak dikaruniai benih keunggulan untuk bergaul. Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul itu, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.
Kant, seorang filosof bangsa Jerman menyatakan bahwa manusia hanya menjadi manusia jika berada di antara manusia. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa tidak ada seorang manusia yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifak hakikat sifat kemanusiaannya di tempat terasing yang terisolir.
3.      Dimensi Kesusilaan
 Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua istilah yang mempunyai konotasi berbeda dalam menjelaskan kata kesusilaan, yakni etiket yang berkenaan dengan kepantasan dan kesopanan, dan etika yang berkenaan dengan persoalan kebaikan. Sehubungan dengan hal tersebut, ada dua pendapat, yakni:
a.    Golongan yang menganggap bahwa kesusilaan mencakup etika dan etiket, keduanya dibutuhkan dalam kehidupan dan saling bertautan.
b.    Golongan yang memandang bahwa etiket perlu dibedakan dari etika karena masing-masing mengandung kondisi yang tidak selamanya selalu sejalan. Orang yang sopan, belum tentu baik, dalam artian tidak merugikan orang lain. Sebaliknya, orang yang baik, belum tentu halus dalam kesopanan. Kesopanan dan kebaikan masing-masing diperlukan demi keberhasilan hidup dalam masyarakat.
Kesusilaan dalam hal ini mencakup etika dan etiket. Persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya, manusia mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melakanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah makhluk susila.
Drijarkara (1978), mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. Dilihat dari asalnya, nilai-nilai diproduk, dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu nilai otonom yang bersifat individu (kebaikan menurut pendapat seseorang), nilai heteronom yang bersifat kolektif (kebaikan menurut kelompok), dan nilai keagamaan atau theonom yaitu nilai yang berasal dari Tuhan dan mutlak sifatnya.
4.      Dimensi Keberagamaan
 Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk religius. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Agama sendiri dapat dikatakan sebagai sandaran vertikel bagi kehdupan manusia.
Kohnstamm berpendapat bahwa pendidikan agama seyogianya menjadi tugas orang tua dalam lingkungan keluarga, karena pendidikan agama adalah persoalan afektif dan kata hati. Pendapat Kohnstamm ini mengandung kebenaran dilihat dari segi kualitas hubungan antara pendidik dan peserta didik. Untuk pengkajian lebih lanjut, dapat dilakukan dalam lingkugan formal atau sekolah dan non formal atau masyarakat.
           
E.       Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia
Setiap manusia lahir dikaruniai naluri , yaitu dorongan – dorongan alami (dorongan makan, sexs, mempertahankan diri dan lain – lain). Jika seandainya manusia dapat hidup dengan naluri maka tidak berdaya ia dengan hewan. Hanya melalui pendidikan status hewani itu dapat diubah menjadi kearah yang status manusiawi. Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik tetapi dalam pelaksanaanya mungkin bisa saja terjadi kesalahan – kesalahan yang lazimnya di sebut salah pendidik itu adalah manusia biasa. Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi yaitu:
1.    Pengembangan yang utuh
      Tingkat keutuhan perkembagan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembanganya. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang sanggup menghantar subjek didik menjadi dirinya selaku anggota masyarakat dan makhluk beragama. Dalam pengembangan yang utuh, dapat dilihat dari wujud dimensinya dan dari arahnya.
a)         Dari wujud dimensinya
Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani. Pengembangan aspek jasmani dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat pelayanan secara seimbang. Kualitas perkembangan aspek rohani seperti, pandai, berwawasan luas, berpendirian teguh, bertenggang rasa, dinamis, kreatif terlalu memandang bagaimana kondisi fisiknya. Pengembangan keindividuan, kesosialan, kesusilaan, dan keragaman. Dikatakan utuh jika semua dimensi mendapat pelayanan dengan baik. Pengembangan domain kognitif, efektif dan psikomotorik dikatakan utuh jika ketiga – tiganya mendapat pelayanan yang berimbang. Pengutamaan domain kognitif dengan mengabaikan domain efektif misalnya yang terjadi pada system persekolahaan dewasa ini hanya akan menciptakan orang –orang pintar yang tidak berwatak.
b)        Dari arah pegembangan
Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat dirahkan kepada pengembagan dimensi keindividuan, kesosialan, kesusilaan dan keragaman secara terpadu. Jika dianalisa satu persatu gambaranya sebagai berikut : pengembangan yang sehat terhdap dimensi keindividuan memberi peluang pada seorang untuk menjadikan eskplorasi terhadap potensi – potensi yang ada pada dirinya, baik kelebihanya maupun kekuranganya.
2.    Pengembangan yang tidak utuh.
 Perkembangan yang tidak utuh terhdap dimensi hakikat manusia akan terjadi didalam proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani, misalnya kesosialan didominasi oleh pengembangan domain kognitif. Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya keperibadian yang lemah. Hal ini yang mungkin dapat menjadikan seseorang kurang memahami dirinya sebagai pribadi yang utuh.

F.       Sosok Manusia Indonesia atau Manusia Pancasila
Sejak tahun 1989, dengan diberlakukannya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Tujuan Pendidikan Nasional (TPN) dirumuskan sebagai berikut: Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertawa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampailan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sedangkan dalam GBHN 1993, ditetapkan Tujuan Pendidikan Nasional yang lebih rinci sebagai berikut : Pendidikan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertawa terhadap Tuhan Yang Maha Esa , berbudi luhur berkepribadian, mandiri, tangguh, cerdas kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, propesional bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani, menumbuhkan jiwa patriotik, dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan, dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta beroreantasi kemasa depan ……,(TAP MPR Nomor II/MPR/1993). Karateristik manusia Indonesia seutuhnya,berdasarkan pandangan hidup Pancasila terdiri dari:
1.    Karateristik manusia berkualitas
     Karakteristik manusia berkualitas yang bercirikan antara lain: beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, memiliki ilmu pengetahuan, maju, tanggung dan cerdas.
2.    Karateristik manusia yang kompetitif
     Karateristik manusia yang kompetitif yang bercirikan antara lain: beretos kerja, propesional, bertanggung jawab, poduktif, sehat jasmani,dan sehat rohani, berjiwa patriotik, meningkatkan kebangsaan kesetiakawanan sosial, serta berorientasi ke masa depan. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia merupakan kerangka acuan mendasar dalam menetapkan Tujuan Pendidikan Nasional. Mengkaji konsep Pancasila sebagai dasar Negara serta rumusan TPN di atas, secara tersirat ada tiga hal yang cukup mendasar sebagai ciri sosok manusia Indonesia , yaitu berkaitan dengan 3 hal: moral, ilmu dan amal. Sosok manusia Indonesia sepatutnya memiliki moral dan berbudi pekerti luhur, memiliki ilmu pengetahuan yang memadai. Kemuduan dari moral yang luhur dan ilmu yang memadai tarsebut, sosok manusia Indonesia harus mampu mengamalkan ilmu dan memdarmabaktikan segala kemampuannya untuk kesejahteraan nusa, bangsa, dan Negara.Ilmu bukan hanya untuk kepentingan subjektif, tetapi harus diamalkan untuk pembangunan bangsa .Oleh sebab itu Pancasila sebagai falsafah bangsa yang mewarnai garapan pendidikan nasional dan dasar bagi pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Rincian keempat dimensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a)         Dimensi intelektual, yaitu sosok manusia Indonesia yang memiliki pandangan, wawasan ilmu pengetahuan, dan kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi.
b)        Dimensi sosial, yaitu sosok manusia Indonesia yang memiliki hubungan antar manusia dengan lingkungannya, mengetahui hak dan kewajiban sebagai warga Negara, serta keanggotaan dalam organisasi yang produktif.
c)         Dimensi personal, yaitu sosok manusia Indonesia yang memiliki pertumbuhan fisik dan kesehatan (kualitas fisik), stabilitas emosional, kesehatan mental, mempunyai nilai–nilai moral religius, mempunyai nilai dan rasa estesis, adanya kemampuan untuk mengembangkan diri.
d)        Dimensi produktifitas, yaitu sosok manusia Indonesia yang memiliki kesangupan memilih keahlian/pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, kemampuan untuk mempertinggi keterampilan, keserasian hidup berkeluarga, mampu menempatkan diri sebagai konsumen dan produsen yang baik, kreatif dan bekerja.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar