NIM : F02112053
Prodi : Pendidikan Kimia
Makul : KBP (Kimia Bahan Pangan)
Dosen : A. Ifriani Harun, M.Si., Apt
Soal Minggu Ke-1
1. Kapankah waktu yang tepat untuk memanen
jagung?
Kaitkan dengan pembentukan amilum.
2. Apakah dampak Clostridium botulinum terhadap bahan
makanan?
3. Sebutkan sifat-sifat Clostridium botulinum!
4. Apa maksud dari “produk pangan dengan asam
tinggi
namun aktivitas airnya tinggi lebih berbahaya dibandingkandengan produk asam rendah dengan aktivitas air yang jauh lebih
rendah”?
Jawaban
1.
Waktu yang tepat untuk memanen
jagung adalah di sore hari. Hal itu disebabkan karena amilum dibentuk pada saat
di siang hari pada waktu fotosintesis. sehingga waktu
yg tepat adalah ketika proses fotosintesis telah terjadi. Hal itu berpengaruh
pada rasa jagung itu sendiri, dimana kita ketahui bahwa amilum memiliki rasa
manis, dan tentu seorang petani jagung manis menginginkan jagung hasil panennya
memiliki rasa manis yang optimal, dimana hal itu dapat di lakukan dengan
memanen jagung tersebut di sore hari dengan alasan di atas.
2.
Makanan
yang terlibat dalam kasus botulisme ( penyakit akibat racun dari Clostridium botulinum) beragam, sesuai dengan cara pengawetan
makanan dan kebiasaan makan di berbagai wilayah. Semua makanan yang mendukung
pertumbuhan dan produksi racun, yang setelah pemrosesannya memungkinkan masih
ada spora yang bertahan, dan sesudahnya tidak dipanaskan sebelum dikonsumsi,
dapat menyebabkan botulisme. Hampir semua jenis makanan yang tidak asam (pH di
atas 4.6) dapat mendukung pertumbuhan dan produksi racun oleh C. botulinum .
Racun botulinal telah dibuktikan ada pada berbagai jenis makanan, seperti
jagung kaleng, merica, kacang hijau, sup, bit, asparagus, jamur, buah zaitun
matang, bayam, ikan tuna, ayam, dan hati ayam dan pasta dari hati ( liver
pate ), dan daging olahan yang dimakan dingin ( luncheon meat ),
ham, sosis, terung isi, lobster, ikan asap, dan ikan asin. Makanan yang
tercemar oleh bakteri ini, dapat menghasilkan spora yang tahan akan panas. Bila
bahan makanan tersebut di masak dengan cara yang tidak benar, spora yang ada
dapat bertahan dan masuk kedalam tubuh melalui makanan yang tercemar dan dapat
menghasilkan racun syaraf yang kuat yang berbahaya bagi manusia dan bila tidak
segera ditangani dapat menyebabkan kematian.
3.
Clostridium
botulinum merupakan
bakteri berbentuk batang, anaerobik (tidak dapat tumbuh di lingkungan yang
mengandung oksigen bebas), Gram-positif, dapat membentuk spora, dan dapat memproduksi
racun syaraf yang kuat. Sporanya tahan panas dan dapat bertahan hidup dalam
makanan dengan pemrosesan yang kurang sesuai atau tidak benar, dan dapat
menghasilkan racun syaraf yang kuat.
4.
Tingkat keasaman produk atau pH
akan menentukan jenis mikroba apa yang berpotensi untuk tumbuh di dalamnya,
sehingga akan menjadi faktor penentu proses termal apa yang harus dilakukan
(sterilisasi/pasteurisasi). Tingkat resiko terkontaminasi oleh mikroba yang
berbahaya (patogen) terutama untuk produk-produk yang memiliki pH yang tinggi.
Dalam proses pengawetan dengan suhu tinggi, faktor keasaman menjadi sangat
penting, karena berkaitan dengan target mikroba yang harus dibunuh antara
pangan yang asam/diasamkan dan yang berasam rendah berbeda. Secara umum, bahan
pangan asam/diasamkan yang akan diawetkan dalam kemasan tertutup (hermetis)
dapat dilakukan proses pasteurisasi, sedangkan bahan pangan berasam rendah
harus dilakukan proses sterilisasi komersial. Namun demikian, aktivitas air
(Aw) pun harus dipertimbangkan, karena berpengaruh pada peluang pertumbuhan C.
botulinum. Untuk produk pangan yang berasam rendah yang memiliki Aw yang rendah
(<0.85) tidak harus dilakukan proses sterilisasi komersial. Proses
sterilisasi komersial diperlukan apabila Aw produk tinggi (>0.85), karena C.
Botulinum dapat tumbuh baik pada Aw yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan
produk pangan dengan asam tinggi namun aktivitas airnya tinggi lebih berbahaya
dibandingkan dengan produk asam rendah dengan aktivitas air yang jauh lebih
rendah. pH makanan juga berdampak terhadap kemampuan daya penghancur bakteri
oleh pemanasan jika pH rendah (diturunkan), jumlah panas yang dibutuhkan lebih
sedikit daripada jumlah jumlah panas pada makanan dengan pH yang lebih tinggi
(Mossel dkk,1995).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar