Tutorial Photoshop

Selasa, 31 Oktober 2017

Soal Kimia Bahan Pangan Minggu 1

Nama              :     Irwanda As Yanto
NIM                :     F02112053
Prodi               :     Pendidikan Kimia
Makul             :     KBP (Kimia Bahan Pangan)
Dosen              :     A. Ifriani Harun, M.Si., Apt

Soal Minggu Ke-1
1.    Kapankah waktu yang tepat untuk memanen jagung? 
       Kaitkan dengan pembentukan amilum.
2.    Apakah dampak Clostridium botulinum terhadap bahan 
       makanan?
3.    Sebutkan sifat-sifat Clostridium botulinum!
4.    Apa maksud dari “produk pangan dengan asam tinggi 
       namun aktivitas airnya tinggi lebih berbahaya dibandingkan
       dengan produk asam rendah dengan aktivitas air yang jauh lebih  
       rendah”?
Jawaban

1.      Waktu yang tepat untuk memanen jagung adalah di sore hari. Hal itu disebabkan karena amilum dibentuk pada saat di siang hari pada waktu fotosintesis. sehingga waktu yg tepat adalah ketika proses fotosintesis telah terjadi. Hal itu berpengaruh pada rasa jagung itu sendiri, dimana kita ketahui bahwa amilum memiliki rasa manis, dan tentu seorang petani jagung manis menginginkan jagung hasil panennya memiliki rasa manis yang optimal, dimana hal itu dapat di lakukan dengan memanen jagung tersebut di sore hari dengan alasan di atas.
2.      Makanan yang terlibat dalam kasus botulisme ( penyakit akibat racun dari Clostridium botulinum) beragam, sesuai dengan cara pengawetan makanan dan kebiasaan makan di berbagai wilayah. Semua makanan yang mendukung pertumbuhan dan produksi racun, yang setelah pemrosesannya memungkinkan masih ada spora yang bertahan, dan sesudahnya tidak dipanaskan sebelum dikonsumsi, dapat menyebabkan botulisme. Hampir semua jenis makanan yang tidak asam (pH di atas 4.6) dapat mendukung pertumbuhan dan produksi racun oleh C. botulinum . Racun botulinal telah dibuktikan ada pada berbagai jenis makanan, seperti jagung kaleng, merica, kacang hijau, sup, bit, asparagus, jamur, buah zaitun matang, bayam, ikan tuna, ayam, dan hati ayam dan pasta dari hati ( liver pate ), dan daging olahan yang dimakan dingin ( luncheon meat ), ham, sosis, terung isi, lobster, ikan asap, dan ikan asin. Makanan yang tercemar oleh bakteri ini, dapat menghasilkan spora yang tahan akan panas. Bila bahan makanan tersebut di masak dengan cara yang tidak benar, spora yang ada dapat bertahan dan masuk kedalam tubuh melalui makanan yang tercemar dan dapat menghasilkan racun syaraf yang kuat yang berbahaya bagi manusia dan bila tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian.
3.      Clostridium botulinum merupakan bakteri berbentuk batang, anaerobik (tidak dapat tumbuh di lingkungan yang mengandung oksigen bebas), Gram-positif, dapat membentuk spora, dan dapat memproduksi racun syaraf yang kuat. Sporanya tahan panas dan dapat bertahan hidup dalam makanan dengan pemrosesan yang kurang sesuai atau tidak benar, dan dapat menghasilkan racun syaraf yang kuat.
4.      Tingkat keasaman produk atau pH akan menentukan jenis mikroba apa yang berpotensi untuk tumbuh di dalamnya, sehingga akan menjadi faktor penentu proses termal apa yang harus dilakukan (sterilisasi/pasteurisasi). Tingkat resiko terkontaminasi oleh mikroba yang berbahaya (patogen) terutama untuk produk-produk yang memiliki pH yang tinggi. Dalam proses pengawetan dengan suhu tinggi, faktor keasaman menjadi sangat penting, karena berkaitan dengan target mikroba yang harus dibunuh antara pangan yang asam/diasamkan dan yang berasam rendah berbeda. Secara umum, bahan pangan asam/diasamkan yang akan diawetkan dalam kemasan tertutup (hermetis) dapat dilakukan proses pasteurisasi, sedangkan bahan pangan berasam rendah harus dilakukan proses sterilisasi komersial. Namun demikian, aktivitas air (Aw) pun harus dipertimbangkan, karena berpengaruh pada peluang pertumbuhan C. botulinum. Untuk produk pangan yang berasam rendah yang memiliki Aw yang rendah (<0.85) tidak harus dilakukan proses sterilisasi komersial. Proses sterilisasi komersial diperlukan apabila Aw produk tinggi (>0.85), karena C. Botulinum dapat tumbuh baik pada Aw yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan produk pangan dengan asam tinggi namun aktivitas airnya tinggi lebih berbahaya dibandingkan dengan produk asam rendah dengan aktivitas air yang jauh lebih rendah. pH makanan juga berdampak terhadap kemampuan daya penghancur bakteri oleh pemanasan jika pH rendah (diturunkan), jumlah panas yang dibutuhkan lebih sedikit daripada jumlah jumlah panas pada makanan dengan pH yang lebih tinggi (Mossel dkk,1995).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar